Advertisement
Industri Mebel Kian Anjlok, Pengusaha Masih Waspadai Tarif Trump

Advertisement
Harianjogja.com, JAKARTA—Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (Himki) menyebut sentimen geopolitik global, kebijakan tarif Trump, hingga pelemahan daya beli menjadi biang kerok industri furnitur mengalami kontraksi pada kuartal II/2025.
Ketua Umum Himki Abdul Sobur mengatakan, pada kuartal I/2025, industri furnitur mampu tumbuh hingga 9,86% (year-on-year/yoy). Namun, pada kuartal kedua pertumbuhan kinerja industri furnitur terhadap produk domestik bruto (PDB) turun jadi -0,05% yoy.
Advertisement
"Ya, data kontraksi -0,05% yoy pada kuartal II cukup sejalan dengan realitas di lapangan, setelah pertumbuhan yang relatif tinggi di kuartal I, industri mebel dan kerajinan mulai mengalami perlambatan signifikan," kata Sobur kepada JIBI/Bisnis Indonesia, Rabu (6/8/2025).
Menurut Sobur, ketidakpastian geopolitik global yang menekan permintaan dari pasar utama ekspor seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa. Selain itu, penguatan dolar AS dan tekanan suku bunga tinggi juga berdampak pada penundaan pembelian furnitur, terutama di segmen menengah-atas.
BACA JUGA: Hakim PN Solo Cek Mobil Esemka di Sidang Wanprestasi Jokowi
Industri juga tengah waspada menghadapi sentimen kebijakan tarif Trump dan ancaman tambahan 10% terhadap produk dari negara non-FTA, termasuk Indonesia. Kondisi ini membuat buyer ragu-ragu mengambil posisi jangka panjang.
Adapun dalam negeri, tingginya UMR dan biaya logistik juga menggerus daya saing, terutama bagi pelaku padat karya dan UKM.
"Dengan kata lain, kuartal II adalah periode tahan napas bagi banyak pelaku industri yang masih menunggu kepastian pasar dan kebijakan," katanya.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), kinerja pertumbuhan industri furnitur juga kontraksi -0,66% yoy pada kuartal II/2024 dan tumbuh 1,66% yoy pada kuartal I/2024. Tren perlambatan ini membuat pelaku usaha memasang target pertumbuhan flat atau tumbuh tipis di bawah 2% yoy sepanjang tahun ini.
Target pertumbuhan itu pun dapat tercapai jika permintaan global tidak anjlok dan pemerintah memberi dukungan nyata dalam bentuk negosiasi tarif ekspor ke AS.
Selain itu, perlu adanya dorongan pembukaan pasar baru melalui perjanjian dagang seperti IEU–CEPA atau perluasan akses ke Timur Tengah, India, dan Afrika.
"Namun, jika tarif Trump jadi diberlakukan penuh dan tidak ada intervensi konkret dari pemerintah, pertumbuhan bisa negatif di akhir tahun," ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Ini yang Harus Dilakukan Saat Kena Pinjol Ilegal Salah Transfer
- Kata BPS DIY Soal Standar Kemiskinan Tidak Gunakan Versi Bank Dunia?
- Ekonomi DIY Triwulan II 2025 Tumbuh 5,49%, Utamanya Ditopang Sektor Konstruksi
- Kementerian PKP Segera Rilis Skema KUR Perumahan
- Triwulan II 2025 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,12 Persen
Advertisement

Tantangan Kerja Semakin Besar, Keluarga Alumni Mahasiswa Arsitektur UAJY Bakal Rapatkan Barisan
Advertisement

Wisata Sejarah dan Budaya di Jogja, Kunjungi Jantung Tradisi Jawa
Advertisement
Berita Populer
- Ekonomi DIY Triwulan II 2025 Tumbuh 5,49%, Utamanya Ditopang Sektor Konstruksi
- Kata BPS DIY Soal Standar Kemiskinan Tidak Gunakan Versi Bank Dunia?
- Sasar Pasar Mobkas, Astra Financial Kolaborasi dengan-OLXmobbi Permudah Pengunjung GIIAS 2025
- Harga Emas Antam Hari Ini Turun Rp9.000 per Gram
- Produk AS Kini Bebas Tarif, DPR Minta Perkuat Industri Nasional
- BEI DIY Sebut Potensi IHSG Tembus Level 8.000 Cukup Terbuka
- Viral Nozzle SPBU Bikin BBM Tidak Sesuai Takaran, Pertamina Klarifikasi
Advertisement
Advertisement