Advertisement

Pengamat : HET Tertinggi Beras Dipangkas, Kebijaksanaan Bisa Mandul

M. Richard
Rabu, 06 Juni 2018 - 07:30 WIB
Mediani Dyah Natalia
Pengamat : HET Tertinggi Beras Dipangkas, Kebijaksanaan Bisa Mandul Ilustrasi pedagang beras - JIBI/Solopos/Sunaryo Haryo Bayu

Advertisement

Harianjogja.com, JAKARTA—Rencana menurunkan harga eceran Tertinggi (HET) untuk komoditas beras medium dari Rp9.450 menjadi Rp8.900 diharapkan dapat dipertimbangkan kembali. 

Pengamat pertanian Khudori mengatakan penetapan harga eceran tertinggi (HET) sejak tahun lalu sudah meleset dan tidak tercapai. "Apalagi jika HET tersebut kembali diturunkan, bisa mandul kebijakannya," katanya kepada Jaringan Informasi Bisnis Indonesia (JIBI), Selasa (5/6/2018). 

Advertisement

Dia menjelaskan sejak awal kebijakan HET beras sudah sangat menyalahi ekosistem natural niaga, yang mana seharusnya harga tersebut mengikuti supply dan demand. 

Namun, katanya, pemerintah boleh saja mencoba untuk mengendalikan harga. Hanya saja pengendalian yang terlalu berlebihan akan memberikan disinsentif kepada pedagang dan petani beras. 

Bayangkan saja, katanya, jika HET kembali diturunkan hingga Rp8.900, artinya petani harus berusaha untuk menjual harga gabahnya lebih rendah dari seharusnya. 

"Harga gabah di level petani saja sudah Rp4.000-an, kalau HET turun lagi, harga gabah harus turun berapa besar, petani kan juga akan menyesuaikan harga jualnya," imbuhnya. 

Padahal, Khudori menambahkan, akhir-akhir ini merupakan musim dimana harga gabah petani lagi naik, jika gabah ditekan turun artinya, keuntungan petani akan berkurang. 

Disamping itu, dengan tekanan HET, ditakutkan petani dan pedagangan akan terdorong untuk berbuat curang dalam mejual beras. Yang mana, pemerintah tidak mempunyai skema pengawasan yang baik dalam hal tersebut. 

"Kalau itu terjadi, malah konsumen yang akan dirugikan, toh mereka tidak terlalu paham dalam membedakan antara beras medium dan premium," imbuhnya. 

Selain itu, Kudhori mengatakan, penurunan HET beras medium akan sangat memukul penggiling kecil, yang mana populasinya melebihi 90%. Dia menjelaskan, penurunan HET akan membuat mereka memilih untuk tidak beroperasi, dikarenakan harga jual beras yang semakin rendah. 

"Kalau harga jual makin rendah mereka akan semakin sulit beroperasi, mereka kan tidak mungkin bekerja secara gratis, ditambah satu per tiga dari penggiling kecil tersebut sudah mati suri saat ini," jelasnya. 

Lagipula, dengan skema bantuan sosial yang cukup komprehensif, katanya, pemerintah sudah tidak perlu terlalu mengkhawatirkan konsumsi masyarakat kelas bawah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis Indonesia

Advertisement

Harian Jogja

Video Terbaru

Advertisement

Harian Jogja

Advertisement

alt

Disbud DIY Rilis Lima Film Angkat Kebudayaan Jogja

Jogja
| Jum'at, 26 April 2024, 19:27 WIB

Advertisement

alt

Sandiaga Tawarkan Ritual Melukat ke Peserta World Water Forum di Bali

Wisata
| Sabtu, 20 April 2024, 19:47 WIB

Advertisement

Advertisement

Advertisement