Advertisement
REI DIY: Harga Rumah Vertikal Masih Lebih Mahal Dibanding Rumah Tapak
Advertisement
Harianjogja.com, JOGJA—DPD Real Estate Indonesia (REI) DIY menyampaikan rumah tapak masih lebih diminati masyarakat DIY salah satunya berkaitan dengan harga. Ketua DPD REI DIY, Ilham Muhammad Nur mengatakan harga rumah vertikal masih lebih mahal dibandingkan rumah tapak.
Dia mencontohkan harga rumah vertikal di pusat kota atau penyangga seperti Seturan dijual dengan harga Rp600 jutaan. Namun jika mau menempuh jarak lebih jauh seperti di Godean atau Sedayu masih ada rumah tapak dengan harga Rp400 jutaan.
Advertisement
"Dengan beli di Godean, Sedayu lebih worth it. Beli Rp400 juta meskipun jauh. Karena moda transportasi yang diandalkan roda dua jauh itu menjadi relatif," ucapnya, Jumat (12/01/2024).
Kondisi ini membuat masyarakat masih enggan membeli rumah vertikal untuk tempat tinggal. Jarak tempuh masih terjangkau dengan selisih waktu hanya 5-10 menit. "Ini yang membuat orang belum bisa beralih," jelasnya.
Menurutnya rumah tipe studio di perkotaan harganya masih relatif tinggi. Dengan tipe 21 berupa kamar tidur dan ruangan yang terbatas. Sehingga kebutuhan ruang yang lebih luas tidak terpenuhi. Di sisi lain aturan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat rumah subsidi minimal 30 meter untuk luas bangunannya, didesain dengan sangat minimal.
"Itu saja 30 meter minimal. Studio diatas Rp600 juta-Rp700 juta, masyarakat akan berpikir, lebih memilih tipe 36 tapi landed."
BACA JUGA: Hore Rute Bus Sekolah di Gunungkidul Diperpanjang
Selain harga yang terlalu mahal, alasan lain adalah masalah kultur. Di mana ada perbedaan antara rumah vertikal dan rumah tapak. Masyarakat terbiasa bertegur sapa dan ada pemahaman bahwa rumah di bawahnya harus tanah.
"Itu belum bisa mengubah keinginan masyarakat akan hunian vertikal," jelasnya.
Menurutnya prospek dari rumah vertikal di DIY masih cukup panjang. Rumah vertikal masih terus terjual tapi tidak signifikan. Bahkan minus, artinya penjualan ada tapi lebih rendah dari tahun sebelumnya.
"Istilahnya pasarnya stagnan. Pasar tidak tumbuh. Karena kebutuhan spasial tidak terpenuhi oleh calon konsumen. Kebutuhan spasial bisa terpenuhi tapi harga lebih mahal, jadi konsumen tetap kembali ke landed," jelasnya.
Pembelian rumah vertikal, kata Ilham, biasanya dengan motif investasi. Misalnya beli kemudian disewakan. "Peluang itu masih sangat besar."
Dia menyebut tidak ada data spesifik tentang penjualan rumah vertikal. Sebab ada sebagiannya yang bukan anggota REI DIY. Beberapa yang menjadi anggota REI seperti di Janti, Mataram City, Seturan, dan lainnya.
"Tentang penjualan rumah vertikal di DIY kami, investornya bukan anggota REI DIY. Di Babarsari, di sebagian di Jalan Palagan bukan anggota kami. Dekat UGM juga bukan. Jumlah pasti gak bisa berikan kepastian,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Berita Lainnya
Berita Pilihan
- Kunjungi Washington DC, Ini Oleh-Oleh yang Dibawa Menkeu untuk Indonesia
- BI Rate Naik, Ekonom Berharap Bunga KUR Tak Ikut Naik
- Proyek Kereta Cepat Jakarta-Surabaya, Luhut Bentuk Tim Khusus
- Airlangga Nilai Nilai Tukar Rupiah Lebih Baik Dibandingkan Negara Lain
- Nilai Tukar Rupiah Remuk Akibat Konflik Iran-Israel, Ini Proyeksi Ekonom
Advertisement
Dua TPS 3R Belum Beroperasi, Sampah di Kota Jogja Diolah Swasta Pakai Sistem Tipping Fee
Advertisement
Peringati Hari Pendidikan Nasional dengan Mengunjungi Museum Dewantara Kirti Griya Tamansiswa di Jogja
Advertisement
Berita Populer
- LPS Siapkan Rp237 Miliar untuk Klaim Simpanan Nasabah, Berikut Daftar 10 Bank Bangkrut Tahun Ini
- SBI Perkuat Fokus Pada Efisiensi dan Inovasi Hadapi Tantangan Industri
- PLN UID Jateng DIY Kembali Raih Penghargaan Pendorong Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat dalam Detik Jateng-Jogja Award
- Pecah Rekor! Inflasi Bawang Merah April 2024 Tertinggi sejak 2021
Advertisement
Advertisement